Sabtu, 13 Februari 2010

Cantiknya Bidadari…

Cantiknya Bidadari…

Penulis: Ummu Ziyad Fransiska Mustikawati dan Ummu Rumman Siti Fatimah
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Terheran-heran. Tapi itulah kenyataan. Seseorang – yang mungkin dengan mudahnya – melepas jilbabnya dan merasa enjoy mempertontonkan kecantikannya. Entah dengan alasan apa, kepuasan pribadi, materi dunia, popularitas yang semuanya berujung pada satu hal, yaitu hawa nafsu yang tak terbelenggu.

Padahal… nun di surga sana, terdapat makhluk yang begitu cantik yang belum pernah seorang pun melihat ada makhluk secantik itu. Dan mereka sangat pemalu dan terjaga sehingga kecantikan mereka hanya dinikmati oleh suami-suami mereka di surga.

Berikut ini adalah kumpulan ayat dan hadits yang menceritakan tentang para bidadari surga.

Harumnya Bidadari

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekiranya salah seorang bidadari surga datang ke dunia, pasti ia akan menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi dengan aroma yang harum semerbak. Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kecantikan Fisik

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rombongan yang pertama masuk surga adalah dengan wajah bercahaya bak rembulan di malam purnama. Rombongan berikutnya adalah dengan wajah bercahaya seperti bintang-bintang yang berkemilau di langit. Masing-masing orang di antara mereka mempunyai dua istri, dimana sumsum tulang betisnya kelihatan dari balik dagingnya. Di dalam surga nanti tidak ada bujangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُم بِحُورٍ عِينٍ

“Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.” (Qs. Ad-Dukhan: 54)

Abu Shuhaib al-Karami mengatakan, “Yang dimaksud dengan hur adalah bentuk jamak dari haura, yaitu wanita muda yang cantik jelita dengan kulit yang putih dan dengan mata yang sangat hitam. Sedangkan arti ‘ain adalah wanita yang memiliki mata yang indah.

Al-Hasan berpendapat bahwa haura adalah wanita yang memiliki mata dengan putih mata yang sangat putih dan hitam mata yang sangat hitam.

Sopan dan Pemalu

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan “menundukkan pandangan” pada tiga tempat di Al-Qur’an, yaitu:

“Di dalam surga, terdapat bidadari-bidadari-bidadari yang sopan, yang menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan biadadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. Ar-Rahman: 56-58)

“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya.” (Qs. Ash-Shaffat: 48)

“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya.”

Seluruh ahli tafsir sepakat bahwa pandangan para bidadari surgawi hanya tertuju untuk suami mereka, sehingga mereka tidak pernah melirik lelaki lain.

Putihnya Bidadari

Allah Ta’ala berfirman, “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. ar-Rahman: 58)

al-Hasan dan mayoritas ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah bidadari-bidadari surga itu sebening yaqut dan seputih marjan.

Allah juga menyatakan,“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah.” (Qs. Ar-Rahman: 72)

Maksudnya mereka itu dipingit hanya diperuntukkan bagi para suami mereka, sedangkan orang lain tidak ada yang melihat dan tidak ada yang tahu. Mereka berada di dalam kemah.

Baiklah…ini adalah sedikit gambaran yang Allah berikan tentang bidadari di surga. Karena bagaimanapun gambaran itu, maka manusia tidak akan bisa membayangkan sesuai rupa aslinya, karena sesuatu yang berada di surga adalah sesuatu yang tidak/belum pernah kita lihat di dunia ini.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Aku siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas oleh pikiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah mengetahui sifat fisik dan akhlak bidadari, maka bukan berarti bidadari lebih baik daripada wanita surga. Sesungguhnya wanita-wanita surga memiliki keutamaan yang sedemikian besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits,

“Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan lagi, seorang manusia telah Allah ciptakan dengan sebaik-baik rupa,

“Dan manusia telah diciptakan dengan sebaik-baik rupa.” (Qs. At-Tiin: 4)

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”

Beliau shallallahu’‘alaihi wa sallam menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”

Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”

Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.” (HR. Ath Thabrani)

Subhanallah. Betapa indahnya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah perkataan yang seharusnya membuat kita, wanita dunia, menjadi lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk menjadi wanita shalihah. Berusaha untuk menjadi sebaik-baik perhiasan. Berusaha dengan lebih keras untuk bisa menjadi wanita penghuni surga..

Nah, tinggal lagi, apakah kita mau berusaha menjadi salah satu dari wanita penghuni surga?

Maraji’:
Mukhtashor Hadil al-Arwah ila Bilad al-Afrah (Tamasya ke Surga) (terj), Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah.

Kamis, 11 Februari 2010

PRINSIP DA'WAH DALAM AL QUR'AN

PRINSIP DA'WAH DALAM AL QUR'AN


Pengertian dan Tujuan Da'wah

Da'wah Secara lughawi berasal dari bahasa Arab, da'wah yang artinya seruan, panggilan, undangan. Secara istilah, kata da'wah berarti menyeru atau mengajak manusia untuk melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk, menyuruh berbuat kebajikan dan melarang perbuatan munkar yang dilarang oleh Allah Swt. dan rasul-Nya agar manusia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Syaikh Ali Mahfuzh -murid Syaikh Muhammad Abduh- sebagai pencetus gagasan dan penyusunan pola ilmiah ilmu da'wah memberi batasan mengenai da'wah sebagai: "Membangkitkan kesadaran manusia di atas kebaikan dan bimbingan, menyuruh berbuat ma'ruf dan maencegah dari perbuatan yang munkar, supaya mereka memperoleh keberuntungan kebahagiaan di dunia dan di akhirat."

Da'wah adalah usaha penyebaran pemerataan ajaran agama di samping amar ma'ruf dan nahi munkar. Terhadap umat Islam yang telah melaksanakan risalah Nabi lewat tiga macam metode yang paling pokok yakni da'wah, amar ma'ruf, dan nahi munkar, Allah memberi mereka predikat sebagai umat yang berbahagia atau umat yang menang .

Adapun mengenai tujuan da'wah, yaitu: pertama, mengubah pandangan hidup. Dalam QS. Al Anfal: 24 di sana di siratkan bahwa yang menjadi maksud dari da'wah adalah menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya. Hidup bukanlah makan, minum dan tidur saja. Manusia dituntut untuk mampu memaknai hidup yang dijalaninya.

Kedua, mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju terang-benderang. Ini diterangkan dalam firman Allah: "Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu untuk mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada terang-benderang dengan izin Tuhan mereka kepada jalan yang perkasa, lagi terpuji." (QS. Ibrahim: 1)

Urgensi dan Strategi Amar ma'ruf Nahi munkar

Dalam Al-Qur'an dijumpai lafadz "amar ma'ruf nahi munkar" pada beberapa tempat. Sebagai contoh dalam QS. Ali Imran: 104: "Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung". Hasbi Ash Siddieqy menafsirkan ayat ini: "Hendaklah ada di antara kamu suatu golongan yang menyelesaikan urusan dawah, menyuruh ma'ruf (segala yang dipandang baik oleh syara` dan akal) dan mencegah yang munkar (segala yang dipandang tidak baik oleh syara` dan akal) mereka itulah orang yang beruntung."

Dalam ayat lain disebutkan "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah" (QS. Ali Imran: 110). Lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar tersebut juga bisa ditemukan dalam QS. At Taubah: 71, Al Hajj: 41, Al-A'raf: 165, Al Maidah: 78-79 serta masih banyak lagi dalam surat yang lain.

Bila dicermati, ayat-ayat di atas menyiratkan bahwa amar ma'ruf nahi munkar merupakan perkara yang benar-benar urgen dan harus diimplementasikan dalam realitas kehidupan masyarakat. Secara global ayat-ayat tersebut menganjurkan terbentuknya suatu kelompok atau segolongan umat yang intens mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kejelekan. Kelompok tersebut bisa berupa sebuah organisasi, badan hukum, partai ataupun hanya sekedar kumpulan individu-individu yang sevisi. Anjuran tersebut juga dikuatkan dengan hadits Rasulullah: "Jika kamu melihat umatku takut berkata kepada orang dzhalim, 'Hai dzhalim!', maka ucapkan selamat tinggal untuknya."

Dari ayat-ayat di muka dapat ditangkap bahwa amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan salah satu parameter yang digunakan oleh Allah dalam menilai kualitas suatu umat. Ketika mengangkat kualitas derajat suatu kaum ke dalam tingkatan yang tertinggi Allah berfirman: "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia." Kemudian Allah menjelaskan alasan kebaikan itu pada kelanjutan ayat: "Menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar." (QS. Ali Imran: 110). Demikian juga dalam mengklasifikasikan suatu umat ke dalam derajat yang serendah-rendahnya, Allah menggunakan eksistensi amar ma'ruf nahi munkar sebagai parameter utama. Allah Swt. berfirman: "Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Isra'il melalui lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat." (QS. Al Maidah 78-79). Dari sinipun sebenarnya sudah bisa dipahami sejauh mana tingkat urgensitas amar ma'ruf nahi munkar.

Bila kandungan ayat-ayat amar ma'ruf nahi munkar dicermati, -terutama ayat 104 dari QS. Ali Imran- dapat diketahui bahwa lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar lebih didahulukan dari lafadz iman, padahal iman adalah sumber dari segala rupa taat. Hal ini dikarenakan amar ma'ruf nahi munkar adalah bentengnya iman, dan hanya dengannya iman akan terpelihara. Di samping itu, keimanan adalah perbuatan individual yang akibat langsungnya hanya kembali kepada diri si pelaku, sedangkan amar ma'ruf nahi munkar adalah perbuatan yang berdimensi sosial yang dampaknya akan mengenai seluruh masyarakat dan juga merupakan hak bagi seluruh masyarakat.

Hamka berpendapat bahwa pokok dari amar ma'ruf adalah mentauhidkan Allah, Tuhan semesta alam. Sedangkan pokok dari nahi munkar adalah mencegah syirik kepada Allah. Implementasi amar ma'ruf nahi munkar ini pada dasarnya sejalan dengan pendapat khalayak yang dalam bahasa umumnya disebut dengan public opinion, sebab al ma'ruf adalah apa-apa yang disukai dan diingini oleh khalayak, sedang al munkar adalah segala apa yang tidak diingini oleh khalayak. Namun kelalaian dalam ber-amar ma'ruf telah memberikan kesempatan bagi timbulnya opini yang salah, sehingga yang ma'ruf terlihat sebagai kemunkaran dan yang munkar tampak sebagai hal yang ma'ruf.

Konsisnten dalam ber-amar ma'ruf nahi munkar adalah sangat penting dan merupakan suatu keharusan, sebab jika ditinggalkan oleh semua individu dalam sebuah masyarakat akan berakibat fatal yang ujung-ujungnya berakhir dengan hancurnya sistem dan tatanan masyarakat itu sendiri. Harus disadari bahwa masyarakat itu layaknya sebuah bangunan. Jika ada gangguan yang muncul di salah satu bagian, amar ma'ruf nahi munkar harus senantiasa diterapkan sebagai tindakan preventif melawan kerusakan. Mengenai hal ini Rasulullah Saw. memberikan tamsil: "Permisalan orang-orang yang mematuhi larangan Allah dan yang melanggar, ibarat suatu kaum yang berundi di dalam kapal. Di antara mereka ada yang di bawah. Orang-orang yang ada di bawah jika hendak mengambil air harus melawati orang-orang yang ada di atas meraka. Akhirnya mereka berkata 'Jika kita melubangi kapal bagian kita, niscaya kita tidak akan mengganggu orang yang di atas kita'. Jika orang yang di atas membiarkan mereka melubangi kapal, niscaya semua akan binasa. Tetapi jika orang yang di atas mencegah, maka mereka dan semuannya akan selamat."

Suatu kaum yang senantiasa berpegang teguh pada prinsip ber-amar ma'ruf nahi munkar akan mendapatkan balasan dan pahala dari Allah Swt. yang antara lain berupa:

1. Ditinggikan derajatnya ke tingkatan yang setinggi-tingginya (QS. Ali Imran: 110).
2. Terhindar dari kebinasaan sebagaimana dibinasakannya Fir'aun beserta orang-orang yang berdiam diri ketika melihat kedzalimannya.
3. Mendapatkan pahala berlipat dari Allah sebagaimana sabda Nabi Saw.: "Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun".
4. Terhindar dari laknat Allah sebagai mana yang terjadi pada Bani Isra'il karena keengganan mereka dalam mencegah kemunkaran. (QS. Al-Maidah: 78-79).

Secara prinsipil seorang Muslim dituntut untuk tegas dalam menyampaikan kebenaran dan melarang dari kemunkaran. Rasul Saw. bersabda: "Barang siapa di antara kamu menjumpai kemunkaran maka hendaklah ia rubah dengan tangan (kekuasaan)nya, apabila tidak mampu hendaklah dengan lisannya, dan jika masih belum mampu hendaklah ia menolak dengan hatinya. Dan (dengan hatinya) itu adalah selemah-lemahnya iman". Hadits ini memberikan dorongan kepada orang Muslim untuk ber-amar ma'ruf dengan kekuasaan dalam arti kedudukan dan kemampuan fisik dan kemampuan finansial. Amar ma'ruf dan khususnya nahi munkar minimal diamalkan dengan lisan melalui nasihat yang baik, ceramah-ceramah, ataupun khutbah-khutbah, sebab semua. Muslim tentunya tidak ingin bila hanya termasuk di dalam golongan yang lemah imannya.

Da'wah dan amar ma'ruf nahi munkar dengan metode yang tepat akan menghantarkan dan menyajikan ajaran Islam secara sempurna. Metode yang di terapkan dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar tersebut sebenarnya akan terus berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat yang dihadapi para da'i. Amar ma'ruf dan nahi munkar tidak bertujuan memperkosa fitrah seseorang untuk tunduk dan senantiasa mengikuti tanpa mengetahui hujjah yang dipakai, tetapi untuk memberikan koreksi dan membangkitkan kesadaran dalam diri seseorang akan kesalahan dan kekurangan yang dimiliki.

Ketegasan dalam menyampaikan amar ma'ruf dan nahi munkar bukan berarti menghalalkan cara-cara yang radikal. Implementasinya harus dengan strategi yang halus dan menggunakan metode tadarruj (bertahap) agar tidak menimbulkan permusuhan dan keresahan di masyarakat. Penentuan strategi dan metode amar ma'ruf nahi munkar harus mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang dihadapi. Jangan sampai hanya karena kesalahan kecil dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar justru mengakibatkan kerusakan dalam satu umat dengan social cost yang tinggi.

Dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar hendaknya memperhatikan beberapa poin yang insya Allah bisa diterapkan dalam berbagai bentuk masyarakat:

1. Hendaknya amar ma'ruf nahi munkar dilakukan dengan cara yang ihsan agar tidak berubah menjadi penelanjangan aib dan menyinggung perasaan orang lain. Ingatlah ketika Allah berfirman kepada Musa dan Harun agar berbicara dengan lembut kepada Fir'aun (QS. Thaha: 44).
2. Islam adalah agama yang berdimensi individual dan sosial, maka sebelum memperbaiki orang lain seorang Muslim dituntut berintrospeksi dan berbenah diri, sebab cara amar ma'ruf yang baik adalah yang diiringi dengan keteladanan.
3. Menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar disandarkan kepada keihklasan karena mengharap ridla Allah, bukan mencari popularitas dan dukungan politik.
4. Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan menurut Al-Qur'an dan Al-Sunnah, serta diimplementasikan di dalam masyarakat secara berkesinambungan.

Dalam menyampaikan da'wah amar ma'ruf nahi munkar, para da'i dituntut memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, baik kepada Allah maupun masyarakat dan negara. Bertanggung jawab kepada Allah dalam arti bahwa da'wah yang ia lakukan harus benar-benar ikhlas dan sejalan dengan apa yang telah digariskan oleh Al Qur'an dan Sunnah. Bertanggung jawab kepada masyarakat atau umat menganduang arti bahwa da'wah Islamiyah memberikan kontribusi positif bagi kehidupan sosial umat yang bersangkutan. Bertanggung jawab kepada negara mengandung arti bahwa pengemban risalah senantiasa memperhatikan kaidah hukum yang berlaku di negara dimana ia berda'wah. Jika da'wah dilakukan tanpa mengindahkan hukum positif yang berlaku dalam sebuah negara, maka kelancaran da'wah itu sendiri akan terhambat dan bisa kehilangan simpati dari masyarakat.

Hanung Hisbullah Hamda

Jamaah Masjid Al Azhar FH UII

Pengikut

Allah,tidak ada tuhan selain Dia.Yang Maha Hidup,Yang terus menerus Mengurus(maklhuk-NYA),tidak mengantuk dan tidak tidur.Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.Tidak ada yang dapat memberi syafaat disi-Nya tanpa izin-Nya.Dia Mengetahui apa yang ada dihadapan mereka dan apa yang ada dibelakang mereka,dan mereka tidak mengetahui sesuatu apapun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki.Kursi-Nya
meliputi langit dan bumi.Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya,dan Dia Maha Tinggi,Maha besar(al-Baqarah:256)