Senin, 19 Oktober 2009

Jika Mengukur Diri Terlalu Tinggi Dan Bersabarlah...

Jika Mengukur Diri Terlalu Tinggi

Derita ternyata bisa lewat pintu apa saja, termasuk lewat apa yang selama ini dipahami sebagai mulia. Misalnya, ketika diri sudah merasa mulia, hati-hatilah, karena itulah saat terbaik bagi derita untuk memulai aksinya. Karena, orang-orang yang sudah merasa masuk derajat mulia itu bisa demikian rewel hidupnya.

Jika ia hidup di kampung, ia merasa terlalu hina jika harus ikut jaga malam, nongkrong di pos ronda, memukul lonceng besi, apalagi jika harus keliling dari rumah ke rumah tetangganya. Bagi orang ini, perlawanan atas rukun tetangga seperti itu, malah dianggap sebagai bukti kelebihannya. Lebih-lebih jika ia merasa tak satupun tetangga berani menentang aksinya.

Hal ini membuat ia tambah yakin, bahwa ia memang memiliki tingkat kemuliaan itu sehingga berhak menentukan peraturannya sendiri. Padahal, semakin orang ini yakin pada kemuliaannya, semakin jauh saja ia didera salah sangka. Karena tanpa ia tahu, semua ulahnya itu telah dicatat dengan rapi oleh semua warga. Ia dicibir secara rahasia tapi merata ke seluruh desa. Dan suatu saat, jika saatnya tiba, cibiran itu akan berubah menjadi pembalasan dendam. Bentuknya bisa bermacam-macam. Terendah bisa berupa aksi boikot warga jika orang mulia ini sedang mengundang hajatan.

Terus jika ia adalah artis, rasa mulia itu malah lebih mahal lagi tebusannya. Lihat saja pengalaman panitia yang hendak menjemput jenis artis sok mulia ini. Berjam-jam mereka sibuk menunggu di bandara tapi ketika si artis tiba cuma bikin panitia ini kalang-kabut saja: si artis menolak naik mobil panitia yang ia anggap bukan levelnya. "Ini demi menghormati event Anda sendiri," kata sang artis dengan diplomasinya yang cerdas, tapi pasti palsu itu. Yang ia lakukan itu pasti lebih pada ambisi menghormati dirinya sendiri yang telah ia yakini sebagai mulia itu.

Sudah tentu, panitia ini hanya bisa berupaya sedemikian rupa. Patuh itu pasti, tapi sumpah serapah merajalela di dalam hati mereka. Entah karena efek kutukan dari panitia yang malang itu, si artis ini kemudian terkenal sebagai pihak yang tidak bahagia hidupnya. Tukang kawin cerai dan malah diisukan jadi simpanan pejabat pula. Tegasnya, orang yang gegap gempita dalam menghormati diri sendiri ini ternyata juga orang biasa-biasa. Bukan orang yang begitu mulianya sehingga sampai ada jenis mobil yang ia haram menaikinya.

Jika orang ini pejabat tinggi, kemana-mana ia memakai pangkat dan kekuasaan, termasuk cuma untuk pergi ke rumah makan dan ke tempat peribadatan. Jadi sambil menyembah Tuhan, ia sendiri mengusung kemegahan. Pengawalnya sibuk hilir mudik bukan demi keamanaan, tapi lebih pada demi unjuk kekuasaan. Ia menyangka orang-orang akan mengaguminya, tapi yang terjadi, orang yang dikira kagum itu justru sedang membayangkan masa pensiunnya nanti. "Pasti akan jadi edan oleh perasaan tidak dibutuhkan," kata si fulan!

Jika orang itu adalah seorang penceramah, ia akan didera oleh semacam penyakit pendengaran. Kupingnya terlalu peka untuk mendengar bunyi yang bukan ceramahnya. Terhadap omongan orang lain, ia tak cukup sabar untuk jadi pendengar. Jika orang lain juga punya ketrampilan berbicara seperti yang ia peragakan, ia akan menganggapnya sebagai lawan. Jika tak ada pihak yang meminta diceramahi, ia akan merasa sangat terhina dan pulang dengan kemarahan.

Jika orang itu adalah seorang yang cukup uang, ia akan memandang orang-orang sekelilingnya sebagai pihak yang kekurangan, bukan pihak yang hendak ia santuni, tapi sekadar untuk dia rendahkan. Jadi meskipun dalam peragaan ia sedang menyantuni, yang sesungguhnya terjadi ialah bahwa ia tengah merendahkan. Maka banyakalah penyantun yang sehabis menyantuni lalu merasa berhak menasihati dan merasa unggul.

Orang ini lalu benar-benar merasa dirinya super, tanpa tahu bahwa ia bisa menjadi bahan tertawaan diam-diam, termasuk dari si penerima santuan. Karena penerima ini, meski diam, jelas bukan pihak yang bodoh dan tak sanggup melawan, tapi sekadar pihak yang tak merasa rugi jika santunan yang baru ia terima cuma harus dia bayar dengan diam. Jadi banyak pihak yang merasa mulia itu ternyata cuma berisi orang-orang yang menderita. Padahal daftar orang yang sok mulia itu pasti masih bisa ditambahkan, padahal salah satu dari daftar itu pasti berisi kita.[]

Oleh: Prie GS

===+++++++++++++++++++++++++===


Bersabarlah, Tapi Jangan Mengurut Dada!

Bayangkan diri Anda sedang berada di dalam ruangan konser. Anda sedang asyik menikmati indahnya alunan musik ketika tiba-tiba ingat bahwa pintu mobil Anda belum dikunci. Anda khawatir terjadi sesuatu terhadap mobil Anda. Celakanya, Anda tak dapat keluar begitu saja dari ruangan itu. Anda menjadi gelisah dan tak dapat lagi menikmati musik konser. Anda begitu tak sabar menunggu konser tersebut berlalu.

Coba renungkan sebentar skenario di atas. Ilustrasi tersebut menggambarkan definisi baru mengenai kesabaran. Kesabaran adalah kemampuan menyatukan badan dan pikiran kita (body and mind) di satu tempat. Nah, begitu badan dan pikiran Anda berada di lain tempat, Anda akan sangat gelisah dan kehilangan kesabaran.

Lihatlah contoh di atas. Ketika badan dan pikiran Anda ada di ruangan konser, Anda begitu menikmati segala sesuatunya. Tapi begitu Anda sadar bahwa mobil belum terkunci, seketika itu juga pikiran Anda beralih ke tempat parkir. Pada saat itu kenikmatan Anda menonton berubah menjadi penderitaan, ketegangan, dan kegelisahan. Kalau semula Anda begitu sabar menikmati indahnya alunan musik detik demi detik, kini kesabaran itu benar-benar habis. Badan Anda masih di tempat konser, sementara pikiran ada di tempat lain.

Dengan contoh sederhana ini saya ingin mengajak Anda semua merevisi total pemahaman kita mengenai kesabaran. Selama ini, sabar seringkali diartikan dengan bersedia menderita, bersikap tabah, mengalah, dan seterusnya. Sabar sering diekspresikan dengan mengurut dada. Anda mengalami musibah, kemudian orang datang dan mengatakan,"Bersabarlah menghadapi cobaan ini." Anda diperlakukan sewenang-wenang, kawan-kawan Anda mengatakan, "Bersabarlah, biar nanti Tuhan yang akan membalas orang itu."

Tak ada yang salah dengan kata-kata tersebut. Yang salah adalah maknanya. Seolah-olah bersabar hanyalah dikaitkan dengan penderitaan hidup. Karena itu ekspresinya adalah mengurut dada. Ekspresi seperti ini mereduksi begitu banyak makna mengenai kesabaran.

Padahal kesabaran adalah rahasia terpenting untuk menikmati hidup. Kalau Anda bersabar Anda akan benar-benar menikmati saat-saat terindah dalam hidup Anda.

Definisi baru mengenai kesabaran adalah menyatukan badan dan pikiran di satu tempat. Apa yang terjadi kalau badan Anda di kantor tapi pikiran di rumah, atau sebaliknya Anda di rumah tapi pikiran di kantor? Saya yakin, Anda tak akan menikmati hidup. Dalam menjalankan pekerjaan, seringkali saya harus bepergian jauh ke luar kota selama beberapa hari. Saat itu saya sering merindukan keluarga di rumah. Dan begitu itu terjadi saya merasa stres dan kehilangan kesabaran. Saya ingin buru-buru pulang, dan kenikmatan melakukan pekerjaan pun hilang.

Coba amati apa yang Anda rasakan saat terjebak kemacetan di jalan. Anda sering menjadi stres. Badan Anda masih di mobil tapi pikiran sudah di kantor, di tempat klien atau di rumah. Anda menderita. Sekarang coba lakukan penyatuan badan dan pikiran Anda kembali. Kuncinya adalah kesadaran. Sadarilah sepenuhnya apa yang sedang Anda alami.

Rasakan tubuh Anda yang sedang duduk di mobil, rasakan sentuhan tangan Anda pada kemudi, dan kaki Anda yang sedang menginjak pedal. Hidupkan musik kesukaan Anda, dan amatilah gedung-gedung yang menjulang tinggi. Anda akan merasakan keajaiban. Perlahan-lahan kesabaran Anda tumbuh kembali. Bukan itu saja Anda juga akan merasakan rileks.

Jangan salah, untuk relaksasi Anda tidak membutuhkan waktu dan tempat yang khusus. Yang Anda perlukan cuma bersabar. Sabar berarti hidup di masa sekarang dan menikmati keberadaan Anda. Anda sering tak sabaran kalau menunggu sesuatu? Coba satukan badan dan pikiran. Anda akan merasakan bedanya. Dalam suatu perjalanan ke Honolulu, perubahan jadwal penerbangan menyebabkan saya "terdampar" di lapangan terbang Osaka selama 12 jam. Awalnya saya stres memikirkan cara mengisi waktu yang panjang itu. Tapi begitu ingat rumus ini, kesabaran sayapun tumbuh kembali, dan saya begitu menikmati berjalannya waktu.

Definisi lain dari kesabaran adalah kesediaan Anda untuk menjalani prosesnya satu demi satu. Dunia ini diciptakan berproses. Kesabaran berarti menikmati proses tersebut. Anda tak bisa mendadak menjadi kaya, pandai, dan kompeten. Anda harus mau bersabar menjalani prosesnya dari ke hari. Dalam hal ini berlaku hukum pertumbuhan, Anda hanya menuai apa yang Anda tanam. Tak ada hal yang instant! Kalau Anda melewati prosesnya karena ingin cepat kaya, atau ingin cepat terlihat pandai. Anda melawan hukum alam, karena itu bersiap-siaplah menerima konsekuensinya pada suatu saat nanti.

Jadi, marilah kita bersabar. Dan hidup akan terasa lebih nikmat. Jangan mengurut dada, karena kesabaran adalah kenikmatan bukannya penderitaan. Apapun karir dan profesi Anda, yang menyebabkan Anda berhasil bukanlah kepandaian tetapi kesabaran Anda. Inilah rahasianya mengapa agama selalu mengatakan, "Sesungguhnya Tuhan bersama orang-orang yang sabar!"

Pengikut

Allah,tidak ada tuhan selain Dia.Yang Maha Hidup,Yang terus menerus Mengurus(maklhuk-NYA),tidak mengantuk dan tidak tidur.Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.Tidak ada yang dapat memberi syafaat disi-Nya tanpa izin-Nya.Dia Mengetahui apa yang ada dihadapan mereka dan apa yang ada dibelakang mereka,dan mereka tidak mengetahui sesuatu apapun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki.Kursi-Nya
meliputi langit dan bumi.Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya,dan Dia Maha Tinggi,Maha besar(al-Baqarah:256)